Langsung ke konten utama

 


PERGESERAN PERAN TRADISI TAKZIR SEBAGAI METODE MENDISIPLINKAN PENYIMPANGAN SANTRI PUSAT MA’HAD DARUL HIKMAH IAIN KEDIRI

Devi Fatimah

Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Kediri


Abstrak

Seiring perkembangan zaman takzir telah mengalami pergeseran terhadap dampaknya. Pesantren tradisional menerapkan takzir dengan hasil yang signifikan santri takut dan tak ingin mengulangi penyimpangan kembali. Namun, kini nampaknya takzir tak lagi menjadi solusi yang efektif penulis menemukan sekelumit data bahwa takzir hanya menjadikan mayoritas santri di Ma’had Darul Hikmah IAIN Kediri semakin ingin untuk mencoba mengulang kesalahan. Maka penelitian penulis ingin mengeksplorasi mengapa dan apa alasan demikian serta bagaimana solusi yang solutif bagi santri. Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis peneltian studi kasus walaupun banyak sekali keanehan namun penulis yakin teknik studi kasus dengan peneliti yang ikut langsung berinteraksi dengan tradisi responden akan membuahkan data sebetulnya. Peneliti akan berperan sebagai anggota kelompok dalam lokasi penelitian. Penulis menggunakan instrumen penelitian kamera dan buku catatan.

Kata kunci: Takzir, Disiplin, Pesantren.

A.    Latar Belakang

Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan dengan mengedepankan visi mencipta akhlak yang beradab bagi seluruh santrinya tanpa terkecuali. Prinsip ini telah mendarah daging dan menjadi ciri khas utama lembaga pendidikan dengan basis pesantren. Kini telah masif masyarakat menggunakan pesantren sebagai lembaga untuk dipercaya dalam mendidik anak-anak mereka. Pesantren dikenal dengan gaya luhur yang islami, tradisional, toleran, dan adab. Maka santri wajib memiliki rasa rendah hati terhadap sebaya dan memiliki rasa rendah diri pada orang yang telah mengajarkan ilmu kepadanya demikian menjadi tradisi khas santri .[1]


Masyarakat pesantren tidak akan merasa asing terhadap istilah takzir. Tradisi takzir telah dikenal sebagai hukuman yang mengikat dan akan dijatuhkan pada orang yang melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dibuat. Hukuman yang dikenal dengan istilah takzir ini memiliki peran yang mampu memperbaiki karakter santri agar lebih tertib. Emile Durkheim mengemukakan bahwa hukuman membawa individu untuk taat terhadap aturan.[2] Artinya apabila hukuman dibuat tujuan utamanya adalah mayoritas mematuhi sebuah aturan yang telah dibuat.

Al Mawdudi defines akhlaq as a moral human behavior that exists since the birth of a person, which then becomes the norm to be accepted by society both good or bad moral.[3] Akhlak yang baik akan timbul dengan cara melemahkan akhlak yang buruk. Artinya punishment memberikan dampak yang signifikan dalam melemahkan ahklak buruk dan menekan kemungkinan hal buruk terulang kembali.[4]

Pembentukan karaktek mulia sering dicontohkan secara langsung oleh ustad ustadzah. Para santri ikut terpengaruh dan makin terbiasa dengan sikap yang di contohkan oleh ustad ustadzah pengajar. Namun tetap akan ditemukan kekurangan dalam penerapan aturan di pondok pesantren dengan demikian tentu akan ada penyimpangan-penyimpangan yang ditemukan.[5]

Budaya hidup di pesantren masyhur dikenal mandiri. Seluruh santri yang menyimpang akan terkena hukuman takzir sendiri pula hal ini di lakukan dengan tujuan membuat rasa jera dan malu untuk mengulangi kembali kesalah yang pernah dilakukan oleh santri.[6] Namun penulis berusaha mengungkap mengapa santri Mahad Darul Hikmah IAIN Kediri cenderung ingin mengulangi kesalahan dan seolah bangga terhadap pelanggaran yang ia lakukan. padahal, tujuan utama adanya takzir secara nyata untuk membentuk kepribadian yang mulia untuk santri sendiri.

 

B.     Pertanyaan Penelitian

1.    Bagaimana peran takzir di Pusat Mahad IAIN Kediri sehingga dinilai belum mampu menjadikan santri tertib pada peraturan ?

2.    Bagaimana  peran takzir dalam membentuk aklak al-karimah pada pribadi santri Pusat Mahad IAIN Kediri yang membawa santri memiliki rasa taqwa ?

 

C.    Tujuan Penelitian

1.    Untuk mengetahuai peran takzir di Pusat Mahad IAIN Kediri yang dinilai belum efektif dalam penerapannya.

2.    Untuk mengetahui peran takzir dalam membentuk aklak al-karimah pada pribadi santri Pusat Mahad IAIN Kediri sehingga santri tertanam sifat taqwa pada dirinya.

 

D.    Kegunaan Penelitian

Apabila penelitian dapat dilaksanakan dan selesai maka akan terdapat 2 tujuan yang akan diperoleh:

1.    Kegunaan Praktis

a)      Bagi pengurus akan memperoleh kemanfaatan terkait bagaimana perilaku disiplin pada santri terwujud tanpa menggunakan sistem takzir.

b)      Bagi santri akan memiliki kemanfaatan terkait bagaimana tetap disiplin tanpa memandang takzir. Ditengah pengaruh globalisasi yang kian cepat santri tetap pondasi utama.

c)      Bagi masyarakat akan mengetahui bahwa takzir hendaknya tidak lagi digunakan dalam sistem penciptaan kedisiplinan mengingat anak-anak zaman sekarang tidak dapat untuk di kekang.

2.    Kegunaan Teoritis

Kajian penelitian ini akan memberikan pemahaman bahwa takzir telah mengalami pergeseran saat ini. Dalam bidang kajian akan relevan dengan ilmu psikologi mengingat bahasan dalam bab ini terkait dengan hukuman untuk  mendisiplinkan santri.

 

E.     Telaah Pustaka

Penelitian penulis menggunakan pembanding dengan penelitian yang terlebih dahulu dilakukan. Penulis ingin menulis laporan dengan acuan penelitian terdahulu dan meletakkan penelitian penulis pada fokus pergeseran peran takzir dalam pendisiplinan perilaku santri. Maka penulis menggunakan beberapa landasan terdahulu sebagai berikut.

No

Nama Peneliti

Judul Penelitian

Hasil Penelitian

1.

Mo’tasim, Zaini Tamin AR

PROBLEM DAN SOLUSI ATAS PENERAPAN TAKZIR DI PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Ibrohimy Galis Bangkalan)

Adanya takzir memiliki tujuan untuk membentuk pribadi yang baik. Santri akan diberi takzir sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan sebelum akhirnya dipulangkan apabila sangat keterlaluan tingkat pelanggarannya.

2.

Samsul Arifin dan Akhmad Zaini

TAKZIR DALAM PENDIDIKAN PESANTREN Kajian Teknik Pengubahan Tingkah Laku Perspektif Konseling

Implementasi takzir yang terlaksana dalam artikel mengikuti bagaimana karakter santri. Hukuman yang diberikan sifatnya mendidik dan hanya diberikan dengan konsekuensi yang telah disepakati untuk memberikan efek jera kepada santri.

3.

Abdurahman

Budaya Disiplin dan Takzir Santri di Pondok Pesantren

Disiplin memiliki pengaruh positif terhadap pendidikan. Pendidikan akan mengantarkan anak menuju kepada kesuksesan. Adab, dan kemanfaatan ilmu yang dipelajari.

 

Pada penelitan yang pertama menjawabrkan hasil bahwa kritik keras dijatuhkan kepada pesantren yang memberikan hukuman hingga bertentanga dengan prinsip HAM. Hukum di ondok pesantren hanya memiliki visi utama yakni menekan bahkan menghilangkan penyimpangan yang tidak sesuai kode etik pesantren. pemberian takzir bagi santri semata-mata hanya untuk mendidik, pesantren juga menerapkan peraturan yang bersifat egaliter. Di pondok pesantren Al Ibrohimmy Galis biasanya hanya menerapkan takzir berupa istigfar 1000 kali, membaca yasin 20 kali, menghatamkan Al Quran, berdiri dihalaman pesantren, menggundul kepala santri, dan hukuman yang paling berat adalah dipulangkan kepada wali santri hukuman demikian diterapka tergantung kepada tingkat kesalahan yang dilakukan oleh santri.

Pesantren Al Ibrohimy Galis sebagai langkah preventif senantiasa tetap menerapkan konsep takzir yang mendidik para pengasuh, ustad, dan pengurus pondok tetap menjaga supaya santri jera dan tidak mengulangi kesalahan namun tetap tidak menganggap remeh pelanggaran. Maka hukuman yang diberikan akan memberikan efek yang mendidik dan diusahakan hukuman yang diberikan akan memberikan dampak yang baik bagi kehidupan di masa depan. Adapun solusi lain yang diambil selain penerapan hukum takzir adalah merekonstruksi peraturan tradisional menjadi peraturan yang demokratis menengok dunia yang semakin berkembang pesat. Maka hukuman yang diberikan di harapkan dapat menimbulkan efek jera bagi santri yang melanggar.

Dalam sebuah research di paparkan dengan fokus kajian teknik mengubah perilaku menurut perspektif konseling penelitian dilakukan di pesntren sukorejo selalu mendahulukan kasih penulisng dibanding dengan penjatuhan hukuman takzir. Hal demikian diambil dengan alasan bahwa pendidikan yang di sampaikan dengan kasih penulisng akan lebih mudah di terima dan memberikan pengaruh yang signifikan dam membentuk karakter santri. Menurut peneliti takzir itu sama dengan punishment hal demikian di lakukan semata-mata hanya untuk mendidik santri.

Dari beberapa riset terbukti bahwa ada hubunga antara kesehatan jasmani dan semangat spiritualitas. Dapat di ambil benang merah bahwa anak yang diberi takzir seharusnya semakin terpojok keinginan untuk menyimpang dari peraturan sehingga peraturan yang telah di tetapkan oleh pesantren akan di taati oleh santri.

Dalam penelitian yang lain dikemukakan bahwa disiplin erat kaitannya dengan pendidikan tanpa terkecuali pendidikan pesantren. Dalam penelitian yang di lakukan ditekankan pada perbaikan akhlak yang di laksanakan oleh pihak pesantren.

Dampak peraturan menjadikan individu berpedoman terhadap sebuah acuan yang telah dibuat. Dan hukuman dimaksudkan memberikan rasa jera kepada santri yang melanggar dan memberikan dampak yang baik bagi santri di masa depan. Sehingga santri menjadi pribadi yang baik berkarakter dan disiplin dalam berperilaku. Sehingga pesantren bisa disebut sebagai bapak dalam mendidik anak untuk terdidik dan memiliki akhlak yang mulia.

 

F.     Teori Dan Konsep

1.      Takzir

Takzir adalah hukuman baik berupa fisik maupun non fisik yang diberikan kepada santri dengan tujuan memberikan efek jera terhadap perbuatan keliru yang telah dilakukan. Abdul Qadir Audah mengemukakan takzir adalah konsekuensi yang jatuhkan kepada seseorang dimana hukumannya belum ditentukan oleh nash.[7] Stabilitas pesantren  menjadikan individu yang tinggal di pondok pesantren harus menaati seperangkat peraturan yang telah di buat oleh pondok pesantren.

Dalam sebuah peneltian di Mahad Aly Sukorejo Djalil salah seorang santri berpendapat bahwa, dimana pesantren bertempat maka takzir adalah kearifan lokal yang akan diikuti sebagai alat untuk menciptakan ketertiban secara menyeluruh dan adil kepada seluruh santri sehingga santri senantiasa memiliki akhlak al-karimah.[8] Setiap lembaga memiliki ketentuan masing-masing dalam menetapkan hukuman bagi santrinya layaknya Ma’had Darul Hikmah memberikan hukuman berupa poin sebagai prosentase penjatuhan hukuman.

Hukuman sering ditentukan sendiri oleh ustad yang mengajar di kelas ada kalanya hukuman diberikan berupa hukuman fisik ada kalanya hukuman berupa non fisik, namun prioritas utamanya hanya untuk menimbulkan efek jera bagi santri yang melanggar.[9] Dr. A Mohaimain Ayus memberikan pernyataan bahwa If the ta'zir punishment is not prescribed, syariah judges are, nevertheless, empowered under the law with inherent jurisdiction to impose appropriate ta'zir (discretionary punishment) for the crime.[10] Kyai menjadi objek sentral yang menentukan hukuman atau role of punishment.

Ketika kita meninjau sekelumit peraturan yang diterapkan di Ma’had darul hikmah IAIN Kediri ketentuan hukuman telah ditetapkan namun seiring waktu berjalan kiranya hukuman yang diberikan belum memberikan efek jera bagi santri. Bahkan beberapa santri respoden penulis malah mengulagi penyimpangan yang dilakukan dengan alasan hukuman yang diberikan tidak membuat penulis jera. Adapula alasan yang diutarakan tidak mau mengikuti takzir yang ditetapkan karena bukan dilakukan oleh pengurus secara langsung, tentunya hal ini menjadi pekerjaan besar bagi pengurus bagaimana cara menyatukan santri agar takut terhadap takzir sehingga tradisi kuno pesantren ini tetap berfungsi dan bermanfaat.

 

2.      Disiplin

Lembaga pendidikan secara fisik sepintas hanya mengajarkan, mengembangkan dan memberikan kepada anak didik terkait masalah akademis saja. Namun, pada asasnya sekolah atau institusi pendidikan pesantren memiliki peran yang lebih vital yakni mampu menciptakan jiwa disiplin pada diri anak serta mau untuk melestarikan sikap itu dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Rahman goal utama institusi pesantren adalah menciptakan santri yang beriman, ikhlas berkorban, rendah hari, dan bertaqwa.[11]

Dalam sebuah artikel yang berjudul “ Mudir Leadership in Improving Teachers’ Discipline at One Pondok Pesantren in Jambi “ bahwa dalam menumbuhkan sikap disiplin pada diri santri secara sederhana adalah dengan mempengaruhi pengaruh yang datang dari orang yang di hormati akan memberikan dampak yang signifikan seperti guru. Ketika guru menerapkan siskap disiplin pada dirinya dengan otomatis ketika ia mendorong anak didik untuk berperilaku disiplin pula akan lebih mudah dibanding yang tidak merefleksikan dalam hidupnya.[12]

Kedisiplinan dapat diperoleh dengan pembiasaan diri melalui cara demikian sebuah institusi pendidikan memberikan gambaran bagaimana proses influence bagi peserta didik seperti:

a)        Santri harus mengikuti sholat berjama’ah.

b)        Santri diwajibkan untuk mengerjakan sholat sunnah.

c)        Melaksanakan puasa sunnah.

d)       Santri harus mengikuti kegiatan yang telah diagendakan dan menjadi kesepakatan bersama tepat waktu.

e)        Pembiasaan mengikuti jam belajar tepat waktu.

f)         Pembiasaan berakhlak baik kepada sesama.[13]

According to Henderson education is a process of growth and development, as a result of the interaction of individuals with the social environment and physical environment, lasts a lifetime since humans are born. Esensi utama dalam penerapan disiplin adalah penanaman nilai yang akan memberikan hasil positif. Ketika individu telah sampai pada masa mencari pekerjaan maka kebutuhan utama yang harus dilakukan adalah menciptakan rasa percaya antar kolega. Tentu bukan hal yang mudah maka sewajarnya sejak dini nilai disiplin di tanamkan dengan kuat pada jiwa individu. Aktialisasi kedisiplinan telah diajarka dala islam. seyogyanya sedini mungkin ditanamkan dalam diri anak maka Rasulullah SAW bersumbah apabila Fatimah binti Muhammad mencuri maka Rasl sendiri yang akan memotong tangan putrinya.[14]

Kyai memiliki andil yang besar dalam menciptakan sikap dini pada diri anak. Anak yang hidup di pesantren tentu akan bergerombol dengan teman sebaya. Kerumunan santri memberikan kemudahan kepada guru untuk memberikan pengajaran kepada santri demikian disebabkan cara utama menerapkan disiplin pada diri santri adalah dengan mencontohkan pengaturan yang ditentukan. Menurut salah satu artikel yang berjudul “ The Role of Kyai in Implementing Discipline Values to the Students at the Pesantren of Darul Arqam in Garut, West Java, Indonesia “ kyai adalah sentra utama yang akan ditiru oleh peserta didik dalam berperilaku maka sewajarnya kyai adalah people of discipline who will be followed. Kemudahan yang diberikan kyai juga memberikan rasa nyaman pada santri untuk berkomunikasi dan memberikan hasil yang signifikan pada tumbuh kembang santri.[15]

G.    Metode Penelitian

1.      Pendekatan dan Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Qualitative research we mean any type ofresearch that produes findings not arrived at by statistical procedures or other.[16] Dengan demikian tujuan utama penelitian kualitatif adalah to explore the phenomenon. Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah studi kasus suatu sistem yang terikat atau suatu kasus/beragam kasus yang dari waktu ke waktu mulai pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan sumber informasi/responden yang kaya akan informasi/data penelitian. Case study analitic depictions various kinds of groups, organizations, and cultures.[17] Adapun penelitian ini bertujuan untuk mempelajari terkait pergeseran peran takzir dalam fungsi utamnya menciptakan kedisiplinan pada diri santri.

2.      Peneliti ikut terlibat dalam penelitian

Pertama kali yang akan dilakukan oleh peneliti adalah observasi peneliti akan melihat partisipan, nonpartisipan dan masyarakat. Jagan pernah lupa untuk membawa instrumen penelitian seperti recording, fieldnote, serta camera yang akan membantu menyimpan data yang lebih valid.[18] Kemudian turut serta dalam aktivitas masyarakat hal demikian penulis rasa datanya akan cukup akurat dan bisa di pertanggung jawabkan.

3.      Prosedur pengumpulan data

Data yang diperoleh merupakan hasil interaksi langsung serta pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yang terlibat langsung dalam penelitian. Hal ini memberikan maksud agar data yang diperoleh adalah data yang benar dan sesuai realita. Penulis menggunakan instrumen penelitian kamera dan  fieldnote.


DAFTAR PUSTAKA

“Actualize the islamic education values in traffic discipline,” 20.2, 279–92

Amir, Dinasril, “On Time and Discipline in Islam ( Analysis towards Purpose of Islamic Education ),” 1967, 220–26

Anselm, L, M Juliet, dan Sage Publications, next page > next page > page _ i next page > < previous page page _ i next page >, 2010

Arifin, Samsul, “ANCOMS 2017 TA ’ ZIR DALAM PENDIDIKAN PESANTREN,” 110, 2017, 812–23

Burga, Muhammad Alqadri, “PENERAPAN HUKUMAN DALAM PEMBINAAN KARAKTER SANTRI PADA,” 17.2 (2019), 147–57

Fitriani, Anisa, Dasim Budimansyah, dan Kokom Komalasari, “THE COACHING DISCIPLINE STUDENTS THROUGH MODEL OF HABITUATION IN DAARUT TAUHID BOARDING SCHOOL BANDUNG PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI MODEL PEMBIASAAN DI SMP DAARUT TAUHID BOARDING SCHOOL”

Ilmu, Jurnal, Pendidikan Islam, Prodi Pendidikan, Agama Islam, Prodi Pendidikan, Agama Islam, et al., “PROBLEM DAN SOLUSI ATAS PENERAPAN TA ’ ZIR DI PESANTREN ( Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Ibrohimy Galis Bangkalan ),” 2020

John W. Creswell-Qualitative Inquiry and Research Design_ Choosing among Five Approaches, 2nd edition (2006).pdf

Makmun, H. A. Rodli, “Pembentukan Karakter Berbasis Pendidikan Pesantren :,” Cendikia, 12.2 (2014), 212–38

Muspawi, Mohamad, “Mudir Leadership in Im proving Teachers ’ Discipline at One Pondok Pesantren in Jambi,” June, 2018, 105–13

Pendidikan, Jurnal, dan Islam Vol, “Fenomenologi Hukuman di Pesantren : Analisis Tata Tertib Santri Pondok Pesantren Daruttaqwa Gresik Muhammad Anas Ma ` arif Ari Kartiko Pendahuluan Manusia merupakan mahluk yang diberi kelebihan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa di bandingkan dengan makhluk yang ,” 12.51 (2018)

Strauss, Anselm, Behavioral Science, San Francisco, dan Barney Glaser, “Qualitative analysis for social scientists”

Sulaeman, Asep, “The Role of Kyai in Implementing Discipline Values to the Students at the Pesantren of Darul Arqam in Garut , West Java , Indonesia,” 7.April (2016), 255–62

Tarigan, Pitiadani Br, Journal of Chemical Information and Modeling, 53.9 (2013), 1689–99 <https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004>

Urwatul, A L, Wutsqo Bulurejo, dan Diwek Jombang, “No Title,” 2.1, 1–23

باقری, حسن،, dan خوشبخت فرهاد, “No Titleتعیین رخسارههای الکتریکی بر اساس رخسارههای رسوبی و گونههای سنگی به کمک روشهای خوشهبندی با استفاده از نگارهای چاه پیمایی و اطلاعات مغزه حفاری در سازندهای کنگان و دالان، میدان گازی پارس جنوبی,” 02

 

 



[1] Jurnal Pendidikan dan Islam Vol, “Fenomenologi Hukuman di Pesantren : Analisis Tata Tertib Santri Pondok Pesantren Daruttaqwa Gresik Muhammad Anas Ma ` arif Ari Kartiko Pendahuluan Manusia merupakan mahluk yang diberi kelebihan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa di bandingkan dengan makhluk yang ,” 12.51 (2018), hal. 185.

[2] Jurnal Ilmu et al., “PROBLEM DAN SOLUSI ATAS PENERAPAN TA ’ ZIR DI PESANTREN ( Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Ibrohimy Galis Bangkalan ),” 2020, hal. 402.

[3] حسن، باقری dan خوشبخت فرهاد, “No Titleتعیین رخسارههای الکتریکی بر اساس رخسارههای رسوبی و گونههای سنگی به کمک روشهای خوشهبندی با استفاده از نگارهای چاه پیمایی و اطلاعات مغزه حفاری در سازندهای کنگان و دالان، میدان گازی پارس جنوبی,” 02, hal. 101.

[4] A L Urwatul, Wutsqo Bulurejo, dan Diwek Jombang, “No Title,” 2.1, 1–23 (hal. 12).

[5] H. A. Rodli Makmun, “Pembentukan Karakter Berbasis Pendidikan Pesantren :,” Cendikia, 12.2 (2014), 212–38 (hal. 226).

[6] Muhammad Alqadri Burga, “PENERAPAN HUKUMAN DALAM PEMBINAAN KARAKTER SANTRI PADA,” 17.2 (2019), 147–57 (hal. 153).

[7] Pitiadani Br Tarigan,TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HUKUMAN TA’ZIR DI PONDOK PESANTREN ASY SYARIFAH BRUMBUNG MRANGGEN DEMAK,” Journal of Chemical Information and Modeling, 53.9 (2013), 1689–99 (hal. 5) <https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004>.

[8] Samsul Arifin, “ANCOMS 2017 TA ’ ZIR DALAM PENDIDIKAN PESANTREN,” 110, 2017, 812–23 (hal. 814).

[9] Burga, hal. 151–52.

[10] Dr. A. Mohaimin Ayus, “Standard of Proof to Secure Conviction,” The New Straits Times Press (M) Berhad 18 (2015).

[11] Dinasril Amir, “On Time and Discipline in Islam ( Analysis towards Purpose of Islamic Education ),” 1967, 220–26 (hal. 222–23).

[12] Mohamad Muspawi, “Mudir Leadership in Im proving Teachers ’ Discipline at One Pondok Pesantren in Jambi,” June, 2018, 105–13 (hal. 108).

[13] Anisa Fitriani, Dasim Budimansyah, dan Kokom Komalasari, “THE COACHING DISCIPLINE STUDENTS THROUGH MODEL OF HABITUATION IN DAARUT TAUHID BOARDING SCHOOL BANDUNG PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI MODEL PEMBIASAAN DI SMP DAARUT TAUHID BOARDING SCHOOL,” hal. 27.

[14] “Actualize the islamic education values in traffic discipline,” 20.2, 279–92 (hal. 287).

[15] Asep Sulaeman, “The Role of Kyai in Implementing Discipline Values to the Students at the Pesantren of Darul Arqam in Garut , West Java , Indonesia,” 7.April (2016), 255–62 (hal. 257).

[16] L Anselm, M Juliet, dan Sage Publications, next page > next page > page _ i next page > < previous page page _ i next page >, 2010, hal. 10.

[17] Anselm Strauss et al., “Qualitative analysis for social scientists,” hal. 218.

[18] John W. Creswell-Qualitative Inquiry and Research Design_ Choosing among Five Approaches, 2nd edition (2006).pdf, hal. 139.

Komentar