PERGESERAN PERAN TRADISI TAKZIR SEBAGAI METODE MENDISIPLINKAN PENYIMPANGAN
SANTRI PUSAT MA’HAD DARUL HIKMAH IAIN KEDIRI
Devi Fatimah
Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Kediri
Abstrak
Seiring perkembangan zaman takzir telah
mengalami pergeseran terhadap dampaknya. Pesantren tradisional menerapkan
takzir dengan hasil yang signifikan santri takut dan tak ingin mengulangi
penyimpangan kembali. Namun, kini nampaknya takzir tak lagi menjadi solusi yang
efektif penulis menemukan sekelumit data bahwa takzir hanya menjadikan
mayoritas santri di Ma’had Darul Hikmah IAIN Kediri semakin ingin untuk mencoba
mengulang kesalahan. Maka penelitian penulis ingin mengeksplorasi mengapa dan
apa alasan demikian serta bagaimana solusi yang solutif bagi santri. Penulis
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis peneltian studi kasus walaupun
banyak sekali keanehan namun penulis yakin teknik studi kasus dengan peneliti
yang ikut langsung berinteraksi dengan tradisi responden akan membuahkan data
sebetulnya. Peneliti akan berperan sebagai anggota kelompok dalam lokasi
penelitian. Penulis menggunakan instrumen penelitian kamera dan buku catatan.
Kata kunci: Takzir, Disiplin, Pesantren.
A. Latar Belakang
Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan dengan mengedepankan visi
mencipta akhlak yang beradab bagi seluruh santrinya tanpa terkecuali. Prinsip
ini telah mendarah daging dan menjadi ciri khas utama lembaga pendidikan dengan
basis pesantren. Kini telah masif masyarakat menggunakan pesantren sebagai
lembaga untuk dipercaya dalam mendidik anak-anak mereka. Pesantren dikenal
dengan gaya luhur yang islami, tradisional, toleran, dan adab. Maka santri
wajib memiliki rasa rendah hati terhadap sebaya dan memiliki rasa rendah diri
pada orang yang telah mengajarkan ilmu kepadanya demikian menjadi tradisi khas
santri .[1]
Masyarakat pesantren tidak akan merasa asing terhadap istilah takzir. Tradisi
takzir telah dikenal sebagai hukuman yang mengikat dan akan dijatuhkan pada
orang yang melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dibuat. Hukuman
yang dikenal dengan istilah takzir ini memiliki peran yang mampu memperbaiki
karakter santri agar lebih tertib. Emile Durkheim mengemukakan bahwa hukuman
membawa individu untuk taat terhadap aturan.[2] Artinya
apabila hukuman dibuat tujuan utamanya adalah mayoritas mematuhi sebuah aturan
yang telah dibuat.
Al Mawdudi defines akhlaq as a moral human behavior that exists
since the birth of a person, which then becomes the norm to be accepted by
society both good or bad moral.[3]
Akhlak yang baik akan timbul dengan cara melemahkan akhlak yang buruk.
Artinya punishment memberikan dampak yang signifikan dalam melemahkan
ahklak buruk dan menekan kemungkinan hal buruk terulang kembali.[4]
Pembentukan karaktek mulia sering dicontohkan secara langsung oleh ustad
ustadzah. Para santri ikut terpengaruh dan makin terbiasa dengan sikap yang di
contohkan oleh ustad ustadzah pengajar. Namun tetap akan ditemukan kekurangan
dalam penerapan aturan di pondok pesantren dengan demikian tentu akan ada
penyimpangan-penyimpangan yang ditemukan.[5]
Budaya hidup di pesantren masyhur dikenal mandiri. Seluruh santri yang
menyimpang akan terkena hukuman takzir sendiri pula hal ini di lakukan dengan
tujuan membuat rasa jera dan malu untuk mengulangi kembali kesalah yang pernah
dilakukan oleh santri.[6] Namun penulis
berusaha mengungkap mengapa santri Mahad Darul Hikmah IAIN Kediri cenderung
ingin mengulangi kesalahan dan seolah bangga terhadap pelanggaran yang ia
lakukan. padahal, tujuan utama adanya takzir secara nyata untuk membentuk
kepribadian yang mulia untuk santri sendiri.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana peran takzir di Pusat Mahad IAIN Kediri sehingga dinilai belum
mampu menjadikan santri tertib pada peraturan ?
2. Bagaimana peran takzir dalam
membentuk aklak al-karimah pada pribadi santri Pusat Mahad IAIN Kediri yang
membawa santri memiliki rasa taqwa ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahuai peran takzir di Pusat Mahad IAIN Kediri yang dinilai
belum efektif dalam penerapannya.
2. Untuk mengetahui peran takzir dalam membentuk aklak al-karimah pada pribadi
santri Pusat Mahad IAIN Kediri sehingga santri tertanam sifat taqwa pada
dirinya.
D. Kegunaan Penelitian
Apabila penelitian dapat dilaksanakan dan
selesai maka akan terdapat 2 tujuan yang akan diperoleh:
1. Kegunaan Praktis
a) Bagi pengurus akan memperoleh kemanfaatan terkait bagaimana perilaku
disiplin pada santri terwujud tanpa menggunakan sistem takzir.
b) Bagi santri akan memiliki kemanfaatan terkait bagaimana tetap disiplin
tanpa memandang takzir. Ditengah pengaruh globalisasi yang kian cepat santri
tetap pondasi utama.
c) Bagi masyarakat akan mengetahui bahwa takzir hendaknya tidak lagi digunakan
dalam sistem penciptaan kedisiplinan mengingat anak-anak zaman sekarang tidak
dapat untuk di kekang.
2. Kegunaan Teoritis
Kajian penelitian ini akan memberikan
pemahaman bahwa takzir telah mengalami pergeseran saat ini. Dalam bidang kajian
akan relevan dengan ilmu psikologi mengingat bahasan dalam bab ini terkait
dengan hukuman untuk mendisiplinkan
santri.
E. Telaah Pustaka
Penelitian penulis menggunakan pembanding dengan penelitian yang terlebih
dahulu dilakukan. Penulis ingin menulis laporan dengan acuan penelitian
terdahulu dan meletakkan penelitian penulis pada fokus pergeseran peran takzir
dalam pendisiplinan perilaku santri. Maka penulis menggunakan beberapa landasan
terdahulu sebagai berikut.
|
No |
Nama Peneliti |
Judul Penelitian |
Hasil Penelitian |
|
1. |
Mo’tasim,
Zaini Tamin AR |
PROBLEM DAN
SOLUSI ATAS PENERAPAN TAKZIR DI PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al
Ibrohimy Galis Bangkalan) |
Adanya takzir
memiliki tujuan untuk membentuk pribadi yang baik. Santri akan diberi takzir
sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan sebelum akhirnya dipulangkan
apabila sangat keterlaluan tingkat pelanggarannya. |
|
2. |
Samsul Arifin
dan Akhmad Zaini |
TAKZIR DALAM
PENDIDIKAN PESANTREN Kajian Teknik Pengubahan Tingkah Laku Perspektif
Konseling |
Implementasi takzir
yang terlaksana dalam artikel mengikuti bagaimana karakter santri. Hukuman
yang diberikan sifatnya mendidik dan hanya diberikan dengan konsekuensi yang
telah disepakati untuk memberikan efek jera kepada santri. |
|
3. |
Abdurahman |
Budaya
Disiplin dan Takzir Santri di Pondok Pesantren |
Disiplin
memiliki pengaruh positif terhadap pendidikan. Pendidikan akan mengantarkan
anak menuju kepada kesuksesan. Adab, dan kemanfaatan ilmu yang dipelajari. |
Pada penelitan yang pertama menjawabrkan hasil bahwa kritik keras
dijatuhkan kepada pesantren yang memberikan hukuman hingga bertentanga dengan
prinsip HAM. Hukum di ondok pesantren hanya memiliki visi utama yakni menekan
bahkan menghilangkan penyimpangan yang tidak sesuai kode etik pesantren.
pemberian takzir bagi santri semata-mata hanya untuk mendidik, pesantren juga
menerapkan peraturan yang bersifat egaliter. Di pondok pesantren Al Ibrohimmy
Galis biasanya hanya menerapkan takzir berupa istigfar 1000 kali, membaca yasin
20 kali, menghatamkan Al Quran, berdiri dihalaman pesantren, menggundul kepala
santri, dan hukuman yang paling berat adalah dipulangkan kepada wali santri
hukuman demikian diterapka tergantung kepada tingkat kesalahan yang dilakukan
oleh santri.
Pesantren Al Ibrohimy Galis sebagai langkah preventif senantiasa tetap
menerapkan konsep takzir yang mendidik para pengasuh, ustad, dan pengurus
pondok tetap menjaga supaya santri jera dan tidak mengulangi kesalahan namun
tetap tidak menganggap remeh pelanggaran. Maka hukuman yang diberikan akan
memberikan efek yang mendidik dan diusahakan hukuman yang diberikan akan
memberikan dampak yang baik bagi kehidupan di masa depan. Adapun solusi lain
yang diambil selain penerapan hukum takzir adalah merekonstruksi peraturan
tradisional menjadi peraturan yang demokratis menengok dunia yang semakin
berkembang pesat. Maka hukuman yang diberikan di harapkan dapat menimbulkan
efek jera bagi santri yang melanggar.
Dalam sebuah research di paparkan dengan fokus kajian teknik
mengubah perilaku menurut perspektif konseling penelitian dilakukan di pesntren
sukorejo selalu mendahulukan kasih penulisng dibanding dengan penjatuhan
hukuman takzir. Hal demikian diambil dengan alasan bahwa pendidikan yang di
sampaikan dengan kasih penulisng akan lebih mudah di terima dan memberikan
pengaruh yang signifikan dam membentuk karakter santri. Menurut peneliti takzir
itu sama dengan punishment hal demikian di lakukan semata-mata hanya
untuk mendidik santri.
Dari beberapa riset terbukti bahwa ada hubunga antara kesehatan jasmani dan
semangat spiritualitas. Dapat di ambil benang merah bahwa anak yang diberi
takzir seharusnya semakin terpojok keinginan untuk menyimpang dari peraturan
sehingga peraturan yang telah di tetapkan oleh pesantren akan di taati oleh
santri.
Dalam penelitian yang lain dikemukakan bahwa disiplin erat kaitannya dengan
pendidikan tanpa terkecuali pendidikan pesantren. Dalam penelitian yang di
lakukan ditekankan pada perbaikan akhlak yang di laksanakan oleh pihak
pesantren.
Dampak peraturan menjadikan individu berpedoman terhadap sebuah acuan yang
telah dibuat. Dan hukuman dimaksudkan memberikan rasa jera kepada santri yang
melanggar dan memberikan dampak yang baik bagi santri di masa depan. Sehingga
santri menjadi pribadi yang baik berkarakter dan disiplin dalam berperilaku.
Sehingga pesantren bisa disebut sebagai bapak dalam mendidik anak untuk terdidik
dan memiliki akhlak yang mulia.
F. Teori Dan Konsep
1. Takzir
Takzir adalah hukuman baik berupa fisik maupun
non fisik yang diberikan kepada santri dengan tujuan memberikan efek jera
terhadap perbuatan keliru yang telah dilakukan. Abdul Qadir Audah mengemukakan
takzir adalah konsekuensi yang jatuhkan kepada seseorang dimana hukumannya
belum ditentukan oleh nash.[7]
Stabilitas pesantren menjadikan individu
yang tinggal di pondok pesantren harus menaati seperangkat peraturan yang telah
di buat oleh pondok pesantren.
Dalam sebuah peneltian di Mahad Aly Sukorejo
Djalil salah seorang santri berpendapat bahwa, dimana pesantren bertempat maka
takzir adalah kearifan lokal yang akan diikuti sebagai alat untuk menciptakan
ketertiban secara menyeluruh dan adil kepada seluruh santri sehingga santri
senantiasa memiliki akhlak al-karimah.[8] Setiap
lembaga memiliki ketentuan masing-masing dalam menetapkan hukuman bagi
santrinya layaknya Ma’had Darul Hikmah memberikan hukuman berupa poin sebagai
prosentase penjatuhan hukuman.
Hukuman sering ditentukan sendiri oleh ustad
yang mengajar di kelas ada kalanya hukuman diberikan berupa hukuman fisik ada
kalanya hukuman berupa non fisik, namun prioritas utamanya hanya untuk
menimbulkan efek jera bagi santri yang melanggar.[9] Dr. A Mohaimain Ayus memberikan pernyataan bahwa If the ta'zir
punishment is not prescribed, syariah judges are, nevertheless, empowered under
the law with inherent jurisdiction to impose appropriate ta'zir (discretionary
punishment) for the crime.[10] Kyai menjadi objek sentral yang
menentukan hukuman atau role of punishment.
Ketika kita meninjau sekelumit peraturan yang
diterapkan di Ma’had darul hikmah IAIN Kediri ketentuan hukuman telah
ditetapkan namun seiring waktu berjalan kiranya hukuman yang diberikan belum
memberikan efek jera bagi santri. Bahkan beberapa santri respoden penulis malah
mengulagi penyimpangan yang dilakukan dengan alasan hukuman yang diberikan
tidak membuat penulis jera. Adapula alasan yang diutarakan tidak mau mengikuti
takzir yang ditetapkan karena bukan dilakukan oleh pengurus secara langsung,
tentunya hal ini menjadi pekerjaan besar bagi pengurus bagaimana cara
menyatukan santri agar takut terhadap takzir sehingga tradisi kuno pesantren ini
tetap berfungsi dan bermanfaat.
2. Disiplin
Lembaga pendidikan secara fisik sepintas hanya
mengajarkan, mengembangkan dan memberikan kepada anak didik terkait masalah
akademis saja. Namun, pada asasnya sekolah atau institusi pendidikan pesantren
memiliki peran yang lebih vital yakni mampu menciptakan jiwa disiplin pada diri
anak serta mau untuk melestarikan sikap itu dan mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut Rahman goal utama institusi pesantren adalah
menciptakan santri yang beriman, ikhlas berkorban, rendah hari, dan bertaqwa.[11]
Dalam sebuah artikel yang berjudul “ Mudir
Leadership in Improving Teachers’ Discipline at One Pondok Pesantren in Jambi “
bahwa dalam menumbuhkan sikap disiplin pada diri santri secara sederhana adalah
dengan mempengaruhi pengaruh yang datang dari orang yang di hormati akan
memberikan dampak yang signifikan seperti guru. Ketika guru menerapkan siskap
disiplin pada dirinya dengan otomatis ketika ia mendorong anak didik untuk
berperilaku disiplin pula akan lebih mudah dibanding yang tidak merefleksikan
dalam hidupnya.[12]
Kedisiplinan dapat diperoleh dengan pembiasaan
diri melalui cara demikian sebuah institusi pendidikan memberikan gambaran
bagaimana proses influence bagi peserta didik seperti:
a)
Santri harus mengikuti sholat berjama’ah.
b)
Santri diwajibkan untuk mengerjakan sholat
sunnah.
c)
Melaksanakan puasa sunnah.
d) Santri harus mengikuti kegiatan yang telah diagendakan dan menjadi
kesepakatan bersama tepat waktu.
e)
Pembiasaan mengikuti jam belajar tepat waktu.
f)
Pembiasaan berakhlak baik kepada sesama.[13]
According to Henderson education is a process of growth and development, as
a result of the interaction of individuals with the social environment and
physical environment, lasts a lifetime since humans are born. Esensi utama dalam penerapan disiplin adalah
penanaman nilai yang akan memberikan hasil positif. Ketika individu telah
sampai pada masa mencari pekerjaan maka kebutuhan utama yang harus dilakukan
adalah menciptakan rasa percaya antar kolega. Tentu bukan hal yang mudah maka
sewajarnya sejak dini nilai disiplin di tanamkan dengan kuat pada jiwa
individu. Aktialisasi kedisiplinan telah diajarka dala islam. seyogyanya sedini
mungkin ditanamkan dalam diri anak maka Rasulullah SAW bersumbah apabila
Fatimah binti Muhammad mencuri maka Rasl sendiri yang akan memotong tangan
putrinya.[14]
Kyai memiliki andil yang besar dalam menciptakan sikap dini pada diri anak.
Anak yang hidup di pesantren tentu akan bergerombol dengan teman sebaya.
Kerumunan santri memberikan kemudahan kepada guru untuk memberikan pengajaran
kepada santri demikian disebabkan cara utama menerapkan disiplin pada diri
santri adalah dengan mencontohkan pengaturan yang ditentukan. Menurut salah
satu artikel yang berjudul “ The Role of Kyai in Implementing Discipline Values
to the Students at the Pesantren of Darul Arqam in Garut, West Java, Indonesia
“ kyai adalah sentra utama yang akan ditiru oleh peserta didik dalam
berperilaku maka sewajarnya kyai adalah people of discipline who will be
followed. Kemudahan yang diberikan kyai juga memberikan rasa nyaman pada
santri untuk berkomunikasi dan memberikan hasil yang signifikan pada tumbuh
kembang santri.[15]
G. Metode Penelitian
1.
Pendekatan dan Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Qualitative research we mean any type ofresearch that produes
findings not arrived at by statistical procedures or other.[16]
Dengan demikian tujuan utama penelitian kualitatif adalah to explore the
phenomenon. Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah studi kasus suatu
sistem yang terikat atau suatu kasus/beragam kasus yang dari waktu ke waktu
mulai pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan sumber
informasi/responden yang kaya akan informasi/data penelitian. Case study
analitic depictions various kinds of groups, organizations, and cultures.[17]
Adapun penelitian ini bertujuan untuk mempelajari terkait pergeseran peran
takzir dalam fungsi utamnya menciptakan kedisiplinan pada diri santri.
2.
Peneliti ikut terlibat dalam penelitian
Pertama kali yang akan dilakukan oleh peneliti
adalah observasi peneliti akan melihat partisipan, nonpartisipan dan
masyarakat. Jagan pernah lupa untuk membawa instrumen penelitian seperti recording,
fieldnote, serta camera yang akan membantu menyimpan data yang lebih
valid.[18]
Kemudian turut serta dalam aktivitas masyarakat hal demikian penulis rasa
datanya akan cukup akurat dan bisa di pertanggung jawabkan.
3.
Prosedur pengumpulan data
Data yang diperoleh merupakan hasil interaksi
langsung serta pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yang terlibat langsung
dalam penelitian. Hal ini memberikan maksud agar data yang diperoleh adalah
data yang benar dan sesuai realita. Penulis menggunakan instrumen penelitian
kamera dan fieldnote.
DAFTAR PUSTAKA
“Actualize the islamic education values in traffic
discipline,” 20.2, 279–92
Amir, Dinasril, “On Time and Discipline in Islam (
Analysis towards Purpose of Islamic Education ),” 1967, 220–26
Anselm, L, M Juliet, dan Sage Publications, next
page > next page > page _ i next page > < previous page page _ i
next page >, 2010
Arifin, Samsul, “ANCOMS 2017 TA ’ ZIR DALAM
PENDIDIKAN PESANTREN,” 110, 2017, 812–23
Burga, Muhammad Alqadri, “PENERAPAN HUKUMAN DALAM
PEMBINAAN KARAKTER SANTRI PADA,” 17.2 (2019), 147–57
Fitriani, Anisa, Dasim Budimansyah, dan Kokom
Komalasari, “THE COACHING DISCIPLINE STUDENTS THROUGH MODEL OF HABITUATION IN
DAARUT TAUHID BOARDING SCHOOL BANDUNG PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI
MODEL PEMBIASAAN DI SMP DAARUT TAUHID BOARDING SCHOOL”
Ilmu, Jurnal, Pendidikan Islam, Prodi Pendidikan,
Agama Islam, Prodi Pendidikan, Agama Islam, et al., “PROBLEM DAN SOLUSI ATAS
PENERAPAN TA ’ ZIR DI PESANTREN ( Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Ibrohimy
Galis Bangkalan ),” 2020
John W. Creswell-Qualitative Inquiry and Research
Design_ Choosing among Five Approaches, 2nd edition (2006).pdf
Makmun, H. A. Rodli, “Pembentukan Karakter
Berbasis Pendidikan Pesantren :,” Cendikia, 12.2 (2014), 212–38
Muspawi, Mohamad, “Mudir Leadership in Im proving
Teachers ’ Discipline at One Pondok Pesantren in Jambi,” June, 2018, 105–13
Pendidikan, Jurnal, dan Islam Vol, “Fenomenologi
Hukuman di Pesantren : Analisis Tata Tertib Santri Pondok Pesantren Daruttaqwa
Gresik Muhammad Anas Ma ` arif Ari Kartiko Pendahuluan Manusia merupakan mahluk
yang diberi kelebihan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa di bandingkan dengan makhluk
yang ,” 12.51 (2018)
Strauss, Anselm, Behavioral Science, San
Francisco, dan Barney Glaser, “Qualitative analysis for social scientists”
Sulaeman, Asep, “The Role of Kyai in Implementing
Discipline Values to the Students at the Pesantren of Darul Arqam in Garut ,
West Java , Indonesia,” 7.April (2016), 255–62
Tarigan, Pitiadani Br, ” Journal of Chemical Information and Modeling, 53.9 (2013),
1689–99 <https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004>
Urwatul, A L, Wutsqo Bulurejo, dan Diwek Jombang,
“No Title,” 2.1, 1–23
باقری, حسن،, dan خوشبخت فرهاد, “No Titleتعیین
رخسارههای الکتریکی بر اساس رخسارههای رسوبی و گونههای سنگی به کمک روشهای
خوشهبندی با استفاده از نگارهای چاه پیمایی و اطلاعات مغزه حفاری در سازندهای
کنگان و دالان، میدان گازی پارس جنوبی,” 02
[1] Jurnal Pendidikan dan Islam Vol, “Fenomenologi Hukuman di Pesantren :
Analisis Tata Tertib Santri Pondok Pesantren Daruttaqwa Gresik Muhammad Anas Ma
` arif Ari Kartiko Pendahuluan Manusia merupakan mahluk yang diberi kelebihan
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa di bandingkan dengan makhluk yang ,” 12.51 (2018),
hal. 185.
[2] Jurnal Ilmu et al., “PROBLEM DAN SOLUSI ATAS PENERAPAN TA ’ ZIR DI
PESANTREN ( Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Ibrohimy Galis Bangkalan ),”
2020, hal. 402.
[3] حسن، باقری dan خوشبخت فرهاد, “No Titleتعیین رخسارههای الکتریکی بر اساس رخسارههای رسوبی و
گونههای سنگی به کمک روشهای خوشهبندی با استفاده از نگارهای چاه پیمایی و اطلاعات
مغزه حفاری در سازندهای کنگان و دالان، میدان گازی پارس جنوبی,” 02, hal. 101.
[4] A L Urwatul, Wutsqo Bulurejo, dan Diwek Jombang, “No Title,” 2.1, 1–23
(hal. 12).
[5] H. A. Rodli Makmun, “Pembentukan Karakter Berbasis Pendidikan
Pesantren :,” Cendikia, 12.2 (2014),
212–38 (hal. 226).
[6] Muhammad Alqadri Burga, “PENERAPAN HUKUMAN DALAM PEMBINAAN KARAKTER SANTRI
PADA,” 17.2 (2019), 147–57 (hal. 153).
[7] Pitiadani Br Tarigan, “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
HUKUMAN TA’ZIR DI PONDOK PESANTREN ASY SYARIFAH BRUMBUNG MRANGGEN DEMAK,” Journal of
Chemical Information and Modeling, 53.9 (2013), 1689–99 (hal. 5)
<https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004>.
[8] Samsul Arifin, “ANCOMS 2017 TA ’ ZIR DALAM PENDIDIKAN PESANTREN,” 110,
2017, 812–23 (hal. 814).
[9] Burga, hal. 151–52.
[10] Dr. A. Mohaimin Ayus, “Standard of Proof to Secure Conviction,” The
New Straits Times Press (M) Berhad 18 (2015).
[11] Dinasril Amir, “On Time and Discipline in Islam ( Analysis towards Purpose
of Islamic Education ),” 1967, 220–26 (hal. 222–23).
[12] Mohamad Muspawi, “Mudir Leadership in Im proving Teachers ’ Discipline at
One Pondok Pesantren in Jambi,” June, 2018, 105–13 (hal. 108).
[13] Anisa Fitriani, Dasim Budimansyah, dan Kokom Komalasari, “THE COACHING
DISCIPLINE STUDENTS THROUGH MODEL OF HABITUATION IN DAARUT TAUHID BOARDING
SCHOOL BANDUNG PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI MODEL PEMBIASAAN DI SMP
DAARUT TAUHID BOARDING SCHOOL,” hal. 27.
[14] “Actualize the islamic education values in traffic discipline,” 20.2,
279–92 (hal. 287).
[15] Asep Sulaeman, “The Role of Kyai in Implementing Discipline Values to the
Students at the Pesantren of Darul Arqam in Garut , West Java , Indonesia,”
7.April (2016), 255–62 (hal. 257).
[16] L Anselm, M Juliet, dan Sage Publications, next page > next page > page _ i next page > < previous
page page _ i next page >, 2010, hal. 10.
[17] Anselm Strauss et al., “Qualitative analysis for social scientists,” hal.
218.
[18] John W. Creswell-Qualitative Inquiry and
Research Design_ Choosing among Five Approaches, 2nd edition (2006).pdf, hal. 139.
Komentar
Posting Komentar